Rabu, 06 November 2013

Ketika Hati Berbicara

ketikahatiberbicara

    T
ermenung ku dipagi hari, ketika mentari mulai menyambut mata yang baru terbangun dari mimpi.
“Apa yang terjadi kemarin?”
“Dan apa yang harus aku lakukan sekarang”
Rasa ingin kembali lagi, tapi takut semua akan terulang kembali.

Dunia itu…
Dunia yang hampir selama tiga tahun membuatku nyaman dan juga dunia yang selama tiga tahun membuatku terasingkan. Dunia itu menjeratku, seolah memanggilku untuk kembali.
Trauma akan kejadian kemarin, disakiti dan tersakiti. Mencari rasa nyaman. Saling mencintai dengan sesama, saling menyayangi dengan sesama. Sesama wanita, berharap bisa saling mengerti, berharap bisa menemukan rasa nyaman.
Tak bisa kupungkiri, 1 tahun pertama memang aku temukan rasa nyaman itu. Rasa nyaman yang begitu indah.
Dia yang pertama mengenalkanku dengan cinta ini, cinta yang sering disebut “cinta dunia belok”. Dia memberiku rasa nyaman, dia begitu mengerti aku, dia memberikan cinta. Dunia begitu indah saat bersamanya.
Awalnya aku normal, layaknya gadis-gadis normal yang lain. Mencintai seorang pria yang tampan, pintar, tinggi, dan semua kriteria pasangan idaman ada di dia. Tapi semua berubah seketika, ketika aku merasa dilecehkan, ketika aku tidak dihormati lagi sebagai perempuan yang seharusnya dijaga. Rasa cintaku berubah jadi sakit, trauma akan sesosok pria yang tidak bisa menjagaku, sesosok pria yang membiarkan tetes air mataku mengalir, bahkan tetes air mata ibuku mengalir. Dari sanalah titik tolakku. Mencintai seorang wanita yang selalu ada untukku disaat aku tertawa dan menangis.
Ari Nanda…
Iya, Nanda. Nama yang cantik. Sesosok gadis tomboy, sahabatku.
Lomba antar SMA yang mempertemukan kami. Tak kusangka, dari awal perkenalan ternyata dia menyukaiku. Disaat aku masih berstatus milik pria lain, dia tau semuanya.
Kedekatan kami, lebih dari seorang sahabat. Dia memberikanku rasa nyaman. Terlebih lagi ketika aku putus dengan cowokku waktu itu. Awalnya aku menganggap biasa saja, layaknya hubungan antar sahabat.
 Dia lebih sering ke rumahku, dan anehnya aku selalu mengharapkan kedatangannya. Perasaan itu mulai muncul dan aku tidak mencoba melawan perasaan yang tumbuh.
Dan kejadian tak terlupakan itupun terjadi. Di rumahku. Ciuman pertama yang dia berikan untukku. Begitu lembut, dan indah. Aku tidak menolak, atau merasa risih, bahkan hati ini berdebar-debar merasakan hangat bibirnya.
Darisanalah aku mencintai dia sepenuhnya. Cinta terlarang, yang bagi sebagian orang itu “aneh”. cinta yang tidak semua orang awam menerimanya.
Dosa?
Aku sadar, cinta ini dosa. Didalam kitab suci pasti tidak ada yang mengijinkan cinta sesama jenis seperti ini. Tapi aku percaya, Tuhan yang menciptakan perasaan “cinta” disetiap hati insan manusia. Dan kini aku merasakannya, meskipun dengan orang yang tak sepantasnya aku cintai. Hubungan ini memang salah, tapi hati tak akan pernah salah.
Kubiarkan perasaan ini mengalir apa adanya. Salama setahun lebih aku berbagi kasih sayang dengannya, berbagi cinta, berbagi hangat pelukan, berbagi tawa canda. Banyak hal indah yang aku lalui bersamanya. Dia menjagaku, dia mencintaiku, dia menyayangiku, dia selalu ada untukku, dia milikku dan aku miliknya. Dunia terasa hanya milik kita berdua, dan kami selalu bersyukur kepada Tuhan atas waktu yang selama ini diberikan untuk kami bersama.
Dalam hubungan tak selamanya akan berjalan mulus, banyak rintangan yang kami lewati dalam setahun hubungan kami. Ada yang menerima hubungan kami dan tak sedikit yang membenci hubungan kami bahkan ada yang mencoba menghancurkan hubungan ini. Dan aku bisa lalui itu bersamanya.
Hingga suatu ketika, salah satu keluarga dari pihaknya tau hubungan terlarang ini. Kakak kandungnya. Iya, dia tau adiknya mencintaiku, aku adalah pacar adiknya. Dia tau semuanya, entah dari siapa rahasia ini bisa sampai ketelinga kakaknya.
Kakak siapa yang tidak marah tau adik kandungnya sendiri menyimpang seperti ini??? Layaknya orang-orang awam yang lain, menolak hubungan terlarang ini, membenci orang-orang seperti aku, dan mencoba memisahkan. Begitujuga yang dilakukan kakaknya untuk memisahkanku dengan kekasih hatiku.
Begitu banyak rintangan yang begitu sulit aku hadapi. Pada saat itu, aku merasa, dunia benar-benar menolak dan tak mengijinkanku lagi untuk mencintainya.
Berbagai kata-kata kasar yang dilontarkan “dunia” untukku, menggambarkan kebenciannya akan cintaku untuk Nanda.
Bahkan disaat-saat seperti ini Nanda menghilang, dia menghilang tiada berkabar sedikitpun. Aku berdiri sendiri menantinya datang untuk merangkulku, menunggu dia datang meyakinkanku kalau kita bisa lalui ini bersama.
Tapi…

Detik demi detik, menungu dia datang. Bertahan dalam terjangan badai, menghantamku, menghujamku tiada henti. Sakit terasa, bagaikan mimpi buruk. Air mata tak henti-hentinya menetes. Kata demi kata yang aku terima, tak ada satupun yang mendukungku. Mereka membenciku, benci dan benci.
Hingga kabar itu datang, kabar yang membuat hatiku hancur sehancur-hancurnya. Kabar bahwa kekasih hatiku, belahan jiwaku tidak ada lagi di dunia ini.
 Nandaku, dia sudah tiada? Tangan yang awalnya tegar menompang tubuh ini mendadak lemas. Semua orang menghujamku, seolah-olah kepergian Nanda itu KARENA’Ku, karenaku dia seperti ini.
“Apa yang harus aku perbuat?”
“Haruskah aku percaya dengan berita ini?”
“Nanda, kamu kemana? Kenapa meninggalkanku sendiri? Aku butuh kamu, sekarang dan untuk selamanya :’( ”

Hanya bisa menangis, menangis dan menangis.
Tak ada yang bisa aku perbuat, mencarinya, mencoba mencari kebenaran tentangnya semua hasilnya nihil.
Dengan hati yang hancur ini aku putuskan untuk pergi meninggalkan semua kenangan indah bersamanya, semua yang berhubungan dengannya apapun itu.
“Nanda, jika memang kamu berada di dunia lain disana. Aku harap kamu tetap menungguku. Tetaplah mencintaiku, tetaplah ada untukku. Aku mencintaimu. Kuatkan aku untuk lalui ini semua. Dengarkan aku, aku sangat mencintaimu Ari Nanda…”, kutuliskan kata demi kata didalam kertas putih bertintakan darahku sendiri. Tetes demi tetes darah ini, kubiarkan mengalir untuk menulis kata demi kata untuk cintaku. Berharap aku bisa menyusulnya, bertemu dengannya disana.

Tapi Tuhan berkehendak lain, aku harus tetap ada di dunia ini. Seolah-olah ada yang ingin Tuhan tunjukkan untukku.
Aku lalui hari-hariku sendiri, menyibukan diri dengan kegiatan kampus, dan segala hal yang bisa membuatku lupa dengan sakit hati ini. sejenak memang aku bisa melupakannya. Entah mengapa, tiba-tiba aku teringat Nanda lagi. Hati ini “berbicara” kalau dia masih ada di dunia ini. Aku teringat dengan teman sekelas ku waktu SMA, Frengki. Dia merupakan kerabat dekat Nanda. Aku coba mencari contact person Frengki, dan akhirnya dapat.
Aku introgasi dia satu persatu yang menyangkut semua hal tentang Nanda. Dan akhirnya, hatiku memang benar adanya.
Nanda masih ada di dunia ini, dan dia sehat-sehat saja. Sejenak aku lega dan senang dia masih ada di dunia ini, tapi semua itu hilang terhapus dengan sakit hati.
Dalam hatiku bertanya-tanya “Mengapa??? Mengapa kamu sama sekali nggak ada kabar? Mengapa kamu tiba-tiba menghilang dari hidupku? Aku berdiri sendiri, melawan cobaan hubungan kita, tapi kamu menghilang. Mengapa? Apakah semua yang terjadi kemarin itu hanya sandiwaramu? Semua contact person’mu sama sekali nggak ada yang bisa aku hubungi. Apa salahku?”
Pipi ini mulai basah, mata tak sanggup lagi membendung luapan emosi dihati. Hanya bisa bertitip salam ke Frengki untuk Nanda “Salam sehat selalu Nanda, dari Endra. Kalau ada waktu, ingat berkabar ya”
Sakit hati, itu yang aku rasakan. Tak ada penjelasan satu pun untukku . Di dalam hatiku penuh tanya, mengapa? Mengapa? Dan mengapa? Salahku apa? Mencoba menerima apa yang telah terjadi, aku anggap semua ini proses pendewasaan diriku.
Hingga akhirnya, Nanda datang kembali. Ke rumahku untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. Dia mencoba meyakinkanku, kalau dia tak pernah pergi meninggalkanku. Dia tidak pernah berhenti mencintaiku. Semua yang terjadi kemarin, itu semua karena ada satu orang yang benar-benar membenci hubungan kita. Semua kejadian kemarin ada dalangnya. Bukan Nanda, tp orang lain. Penjelasannya bisa aku terima, tapi yang nggak pernah bisa aku terima, mengapa dia sama sekali nggak berkabar sedikitpun ke aku?
Dengan segala pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang selama setahun lebih aku lalui bersama dia. Awalnya dia menolak, tapi aku tetap pada keputusanku.
“Mungkin ini saatnya kita berpisah, mungkin Tuhan sudah tidak mengijinkan kita untuk terus bersama. Maafkan aku Nanda, ini akhir dari hubungan kita.”
Dan dia pergi dengan tetes air mata membajiri pipinya. Mungkin dia merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan.
Hari demi hari telah berlalu, aku mulai terbiasa dengan semua ini. memulai hidup baru dengan harapan baru. Kejadian yang lalu aku simpan ditempat terindah di hati ini. kenangan yang indah saat bersamanya.
“Ari Nanda, jujur aku masih mencintaimu. Tapi apa daya, dunia menolak hubungan kita. Maafkan aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu, tapi percaya padaku kenangan saat bersamamu tak akan pernah terlupakan. Aku pergi untuk kebahagiaanmu. Pergilah, dan temukan cinta yang lain yang bisa membuat mu tersenyum kembali tanpa ada air mata dan “dunia” bisa menerimanya. Maaf aku masih mencintaimu jauh dilubuk hatiku masih terukir namamu untuk selamanya”

Tiga tahun telah berlalu semenjak kejadian itu. Dan aku, masih dalam dunia belok. “Dunia” yang ditolak oleh dunia.


Mahendra 

“Jangan salahkan cinta ini  karena  Hati tak  akan pernah salah”

2 komentar:

  1. sampai saat ini apa kakak tidak pernah bertemu dengannya lagi kak ? dari semua cerita yang kakak tuliskan , nampaknya sampai detik ini hati kakak masih milik kak ari :)

    BalasHapus